Saturday, November 9, 2013

Saat teks-teks kitab suci merenggut akal sehat


Pada tahun 2008, pasangan suami-isteri Kristen, Larry dan Carri Williams, dengan baik hati mengadopsi seorang gadis cilik dari Ethiopia yang bernama Hana pada usianya yang ketigabelas. Di negara bagian Washington, AS, tempat tinggal mereka, mereka tidak mengirim Hana ke sekolah untuk belajar. Sebagai gantinya, mereka menyelenggarakan sendiri pendidikan dalam rumah (homeschooling), dengan mereka bertindak sebagai guru-guru gadis cilik ini./1/

Sebagai panduan kegiatan pendidikan anak dalam rumah ini, mereka memakai sebuah buku yang diterbitkan dan dipakai oleh banyak keluarga Kristen fundamentalis ekstrim yang berjudul To Train Up A Child yang ditulis oleh Michael and Debi Pearl./2/

Buku ini memuat petunjuk-petunjuk teknis mendidik anak, yang disusun berdasarkan teks-teks Alkitab. Dalam buku ini, para guru homeschooling diminta untuk antara lain memakai berbagai peralatan dan barang keperluan tukang ledeng untuk memukul bagian-bagian tubuh anak-anak sejak mereka berusia satu tahun. Di antaranya, selang plastik diharuskan dipakai untuk memukul tubuh anak-anak yang sedang dididik jika mereka bandel atau tak bisa menangkap pelajaran. Jika makin bandel, buku ini mengharuskan anak-anak direndam dalam bak berisi air dingin, atau ditempatkan di luar rumah ketika udara dingin dan tidak diberi makan seraya digebuki berulangkali. 

Instruksi-instruksi penghukuman badan yang termuat dalam To Train Up A Child diikuti sepenuhnya oleh Larry dan Carri Williams ketika mereka mendidik Hana. Setelah sekian lama Hana digebuki, direndam, disiksa dan dibuat kelaparan, akhirnya Hana mati dengan mengenaskan.

Ketika pihak yang berwajib menyelidiki penyebab kematian Hana, mereka menemukan indikasi-indikasi kuat Hana mati karena berbagai siksaan tubuh, seperti yang diinstruksikan dalam buku To Train Up A Child yang digunakan Larry dan Carri Wiliams. Ketika mereka diadili di negara bagian Washington, laporan-laporan para saksi dan bukti-bukti menunjukkan bahwa Carri telah seringkali menggebuki Hana dengan selang plastik, dan seringkali membuat Hana kelaparan berhari-hari. Berbagai bentuk kekerasan lain yang digariskan dalam buku ini juga ditemukan telah dilakukan banyak kali oleh pasangan suami-isteri ini terhadap putri angkat mereka itu.

Pada akhir September 2013 yang lalu, saat mereka diadili, juri menyatakan Larry Williams telah terbukti bersalah melakukan pembunuhan tingkat pertama; dan isterinya, Carri Williams, telah terbukti bersalah melakukan penganiayaan dan pembunuhan atas diri Hana.

Hakim pengadilan tinggi Susan Cook sedikitpun tidak bimbang atau merasa kasihan ketika dia menjatuhkan hukuman penjara 37 tahun kepada Carri Williams dan di bawah 28 tahun kepada suaminya, Larry Williams. Lamanya dua hukuman ini berada di atas hukuman standard, tapi masih berada dalam batas-batas hukuman maksimal yang boleh dijatuhkan. Hakim Cook menyatakan, “Aku merasa hukuman kepada mereka berdua harus klop dengan kebiadaban yang dirasakan masyarakat. Aku betul-betul tidak bisa mengerti. Aku pikir pada momen-momen tertentu selama pengadilan ini digelar, kita semua terduduk melongo dan kehabisan kata-kata. Kita kehilangan harapan sekecil apapun untuk bisa memahami kasus  ini.”

Selain kasus Hana di atas, buku To Train Up A Child juga dikaitkan dengan kematian sedikitnya dua anak, Sean Paddock 4 tahun dari North Carolina dan Lydia Schatz 7 tahun dari California. Dalam masing-masing kasus ini, teknik-teknik penghukuman badan yang digariskan dalam buku panduan kontroversial dan tak masuk akal sehat ini juga digunakan. 

Saya sudah memeriksa sekilas isi buku To Train Up A Child. Pada bagian awal bab 1 buku ini, dua orang penulisnya menegaskan bahwa seluruh isi bukunya disusun berdasarkan “prinsip-prinsip Alkitabiah”, lalu menyusul kutipan dan rujukan ke ayat-ayat Alkitab. Saya tak meneruskan membacanya, karena keburu muak.  

Dalam website Amazon.com,/3/ seorang pembaca buku To Train Up A Child mengungkapkan kemarahannya, berikut ini: 
“Sebagai seorang anak yang tumbuh dalam sebuah rumah tangga yang kejam, buku ini membuat perutku melilit dan kepalaku pening. Aku sungguh berharap dinas-dinas perlindungan anak mau mengusut dan menangkap orang-orang yang mengagungkan pemukulan terhadap anak-anak dengan rotan sebagai cara untuk membuat anak-anak ini patuh. Aku mempunyai seorang anak berusia empat bulan, dan dalam buku ini mereka menganjurkan anak-anak disabet pada betis kaki-kaki mereka dengan rotan pada umur empat bulanan. Ketika aku baca itu, akupun mulai menangis untuk bayi-bayi lemah yang baru dilahirkan yang sedang dipukuli. Buku ini benar-benar jahat. Buku ini tidak memuat firman Allah yang aku kenal atau Allah manapun yang kepadanya aku dapat berdoa. Buku ini tak memuat ajaran kekristenan. Buku ini kekejaman pada anak-anak. Buku ini keji, dan melawan hukum. Orang-orang yang menerapkan petunjuk-petunjuk di dalamnya akan diadili oleh Allah atas dosa-dosa mereka” (Jessica E. McCarthy, 3 Februari 2013).
Juga ini, 
“Buku ini telah dikaitkan dengan beberapa kasus kekejaman terhadap anak-anak yang berakhir dengan kematian tak kurang dari tiga anak. Saya seorang mama dari enam anak yang cantik-cantik: beberapa tumbuh di rumah kami, dan beberapa lagi datang ke kami dari negeri-negeri lain. Mereka masing-masing sangat berharga dan mulia. Saya sangat percaya bahwa setiap anak yang datang ke anda adalah seorang manusia yang utuh. Adalah tugas saya sebagai seorang mama untuk mendorong mereka mengembangkan hal-hal yang kuat yang ada dalam diri mereka dan memberikan mereka sarana-prasarana untuk membantu mereka mengalahkan sifat-sifat mereka yang lebih lemah. Selamanya bukanlah tugas saya untuk memutuskan siapa diri mereka nanti, atau untuk mematahkan semangat mereka, atau untuk mendidik mereka dengan kejam di dalam rumah mereka sendiri. Usia anak-anakku berkisar antara 14 tahun hingga 2 tahun, dan mereka masing-masing adalah suatu berkat. Mereka berbeda satu sama lain. Berkaitan dengan disiplin, mereka masing-masing membutuhkan sesuatu yang berbeda dari kami. Cintailah anak-anak anda. Dari saat ke saat kenalilah mereka. Jika anda seorang yang beragama, mintalah petunjuk Tuhan. Dan JANGAN BELI BUKU INI.” (Heavenspeas, 19 Februari 2013).  

Dan ini juga, 
“Saya seorang bunda dari empat anak, dan seorang oma dari delapan cucu. Mereka semua dibesarkan dengan cinta dan kebaikan, tidak dengan metode-metode kejam yang dianjurkan buku ini. Bagaimana bisa sampai Amazon menjual buku semacam ini? Buku ini adalah manual untuk bertindak kejam terhadap anak-anak. Dan tolong jangan menyebut metode yang ditawarkan buku ini sebagai metode Kristen. Kristus itu orang yang penuh cinta, bukan orang yang dituturkan dalam buku sampah ini.” (Susan C. Oliver, 24 Juli 2013) 
Jelas, buku To Train Up A Child tergolong sebagai buku kalangan Kristen ekstrim fundamentalis. Orang Kristen yang tidak fundamentalis seperti Jessica E. McCarthy dan Susan C. Oliver jelas akan sangat murka terhadap kedua penulis buku ini. 

Ada baiknya kita memahami psikologi orang-orang beragama yang ekstrim fundamentalis: mereka telah dibiasakan sangat selektif terhadap buku-buku yang perlu dibaca; hanya buku-buku yang sejalan dengan ideologi keagamaan fundamentalis yang akan mereka baca dan gunakan, di antaranya adalah buku-buku yang banyak mengutip ayat-ayat kitab suci dan menerapkan ayat-ayat ini secara harfiah pada kehidupan mereka sehari-hari. Kalangan ekstrim fundamentalis sudah terkondisi secara psikologis untuk tunduk pada ayat-ayat kitab suci mereka, apapun kata ayat-ayat ini. Di hadapan ayat-ayat kitab suci, akal sehat dan nalar mereka tidak berjalan lagi. Kita sebut mereka juga kalangan literalis skripturalis. Bagaimanapun juga, mereka adalah bagian dari kekristenan, suatu fakta yang tak boleh anda sangkal.

Pelajaran apa yang dapat kita tarik dari kasus ini? 


Ketika teks-teks kitabsuci merenggut kesadaran dan akal sehat manusia, bahkan orangtua pun tega untuk membunuh anak mereka sendiri. Beragama atau percaya kepada teks-teks kitab suci itu ada batas-batasnya. Ketika batas-batas ini dilanggar dan diterobos, kejahatan dan bencanapun menimpa. 

Ketika ini terjadi, hukum positif suatu negara memang harus mengambil kendali, lalu dijalankan dengan tegas untuk menghukum orang-orang yang telah mengamalkan agama mereka dengan bodoh dan tanpa rasa kemanusiaan. Sangat sering agama tak membuahkan kehidupan, kedamaian dan pembebasan, tapi hanya kematian, silang sengketa dan belenggu.  

Agama itu adalah sebuah fenomena sosial; karena itu, setiap ekspresi iman keagamaan yang paling pribadipun senantiasa harus dikontrol oleh norma-norma sosial, supaya membuahkan hanya kebaikan dan kehidupan untuk masyarakat. Tak ada agama yang murni urusan pribadi. Hendaklah ke depannya, anda, Kristen atau bukan, beragama dengan memakai akal sehat dan mengutamakan rasa kemanusiaan, beragama dengan cerdas dan bajik untuk semua orang. 

Baca juga 
http://ioanesrakhmat.blogspot.com/2013/08/ketika-batas-batas-iman-keagamaan.html           

------------------

/1/ Sumber berita Michael Stone, Christian homeschoolers receive maximum jail time for death a child, Examiner.com, 3 November 2013, pada http://www.examiner.com/article/christian-homeschoolers-receive-maximum-jail-time-for-death-of-child.

/2/ Michael and Debi Pearl, To Train Up A Child (Pleasantville, TN: NGJ Ministries, cetakan pertama 1994).   

/3/ Dapat dibaca di http://www.amazon.com/To-Train-Child-Michael-Pearl/dp/1892112000/ref=sr_1_1?ie=UTF8&qid=1385829197&sr=8-1&keywords=to+train+up+a+child.